BAHAN RENUNGAN

RRC MEMANG JUARA OLIMPIADE 2012
TAPI KALAU LATIHANNYA BEGINI...
APA PENDAPATMU.....?











DUNIA SERBA GRADASI

Dunia diciptakan Allah SWT. dalam wujudnya yang penuh gradasi, yang dapat diartikan sebagai perubahan yang perlahan, perbedaan yang samar serta berjenjang teratur menuju ke wujud yang berbeda-beda.  Semua bergradasi, seperti cahaya, dari infra hingga ultra yang di dalamnya terkandung berbagai warna yang menghiasi dunia hingga melahirkan keindahan di mata kita. Hal yang lainpun juga bergradasi seperti suhu, derajad keasaman zat, kekerasan batuan, kekuatan cahaya dan sebagainya. Juga segala aspek dalam kehidupan kita seperti  bahagia, sengsara, indah, buruk, cantik, ganteng, cinta, benci, iman, taqwa, soleh,kaya, miskin, jahat, kejam dan sebagainya, Pendek kata semua ciptaanNya tidak ada yang mutlak, semuanya relatif kecuali Sang Khalik sendiri.

Dengan akalnya, manusia senantiasa ingin memahami dunia dan isinya, apa yang mereka temukan ? ternyata semuanya bergradasi, bertingkat-tingkat, berstrata-strata, sehingga mereka memerlukan cara pengukuran, satuan dan alatnya. Kita sekarang dapat mengukur dimensi benda, panjang, lebar, volume dan beratnya menggunakan alat dan rumus perhitungannya. Demikian pula dengan intensitas cahaya, frekuensinya bahkan kecepatannya dan banyak hal lainnya yang sudah dapat diukur oleh manusia baik yang nyata dapat dilihat mata maupun yang tak kasat mata. Tetapi maha benar Allah SWT. dengan segala firmanNya bahwa apabila lautan dijadikan tinta dan semua ranting pohon dijadikan pena maka tidak akan cukup untuk menulis kalamNya.

Banyak hal-hal yang masih belum dapat diukur oleh manusia apalagi menemukan alat ukurnya, seperti bau, cita rasa,  indah, cantik, dan lain sebagainya walaupun semuanya jelas dapat ditangkap oleh panca indra. Apalagi hal yang tak dapat ditangkap dengan panca indra bahkan kadangkala malah menipunya, seperti cinta, benci, rindu, setia, iman, taqwa, dosa dan sebagainya.

Hikmah dari segala upaya manusia untuk memahami dunia dan isinya antara lain adalah bagaimana menentukan ukuran terhadap sesuatu. Untuk menetapkan ukuran terhadap suatu hal maka harus didapatkan titik terendah dan tertinggi, titik terkecil dan terbesar, titik terdingin dan terpanas, dan seterusnya, kemudian ditentukan skala ukurannya, satuannya (misalnya Kg, meter dsb), dan alat pengukurnya. Yang sudah didapatkan manusia, semuanya adalah hal-hal yang bersifat ilmiah (mengikuti kaidah keilmuan) sedangkan sebagian besar lainnnya masih menggunakan ukuran relative atau kwalitatif.

Sebenarnya Allah SWT. menciptakan manusia lengkap dengan petunjuk dan tuntunan sejak Adam dan Hawa hingga sekarang, baik petunjuk dan tuntunan untuk mengarungi hidup, menghadapi akhir hidup dan hidup setelah mati. Sayangnya manusia banyak yang senang mendalami tuntunan dan petunjuk untuk mengarungi hidup saja hingga didapatkan  berbagai macam penemuan yang intinya untuk memudahkan dan menyenangkan hidup ini. Bahkan saking senang dan bangganya, mereka lupa bahkan ingkar kepada yang memberi tuntunan dan petunjuk.

Karena banyak manusia yang tersesat maka Allah SWT. pun menuangkan petunjuk dan tuntunannya ke dalam Kitab-kitab Suci hingga rangkuman dan penyempurnaan semuanya ada dalam AL-Qur’an. Dalam Kitab terakhir ini tertulis jelas bahwa semua hal tentang ciptaanNya juga bergradasi. Ada dosa terkecil hingga dosa terbesar, ada iman terlemah hingga iman tertinggi, ada orang yang paling merugi hingga orang paling beruntung, ada siksa yang paling sengsara hingga kenikmatan abadi di surga dan sebagainya.

Yang perlu kita fahami dan waspadai adalah hal-hal yang berhubungan dengan akhir hidup kita dan hidup kita setelah mati karena yang bermanfaat untuk kita hanya amal sholeh,ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh. Karena suka atau tidak hidup ini hanya sebentar saja sedangkan kehidupan kekal menanti setelahnya.
Apa saja yang kita perbuat di dunia akan diperhitungkan kelak di akhirat, oleh karena itu jangan sampai kita lengah, sebab makhluk Allah SWT. yang dulu tidak mau sujud kepada Adam telah diberi ijin olehNya untuk menyesatkan umat manusia.

Sesat berarti menyimpang atau keluar dari tuntunan dan petunjuk Allah SWT. yang dapat kita lakukan secara sadar maupun tidak. Kesesatan yang teringan seperti berkata bohong, mengumpat, mencela dan sebagainya mudah kita deteksi dan sadari, demikian pula dengan kesesatan yang berat seperti membunuh, mencuri, berzina, dan sebagainya, tetapi justru yang terberat yaitu mensekutukan Allah SWT. orang tidak  mudah menyadarinya.

Bersambung…………………………….

Sambungan…………..


Manusia dapat terperosok dalam kesesatan karena bujukan syaitan yang pantang surut sebelum berhasil. Hasutan syaitan kepada manusia ternyata juga bergradasi, dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, dari yang paling kecil sampai yang terbesar, dari yang paling mudah sampai yang paling canggih. Setiap jenis perbuatan sesat mempunyai gradasi sendiri-sendiri, yang kecil berjenjang naik hingga menjadi besar, dan yang ringan berjenjang naik hingga menjadi berat.

Seseorang berkata bohong kepada temannya agar tidak dicemo’oh atau seseorang berkata bohong kepada saudaranya tentang apa yang dimilikinya agar tidak diminta, adalah perbuatan-perbuatan yang telah menyimpang dari tuntunan dan petunjukNya walaupun skalanya kecil dan ringan. Tetapi manakala kebohongan itu menimbulkan dampak yang merugikan atau menyengsarakan orang lain maka skalanya menjadi semakin besar dan berat.

Kerugian lain karena kebohongan dapat bersifat meteri atau non materi, temporer maupun permanen. Semakin parah kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh kebohongan tentu semakin besar nilai kesesatan pelakunya.
Kerusakan dan kerugian yang bersifat materi belum seberapa bila dibandingkan dengan kerusakan nonmateri seperti aqidah, syariat atau keimanan misalnya.
Jika kita berbohong kepada seseorang yang hanya mengakibatkan kekecewaan saja, itu ringan, tetapi jika kebohongan kita mengakibatkan orang kehilangan uang 10 juta rupiah tentu kebohongan kita lebih berat dari yang pertama. Apalagi jika kebohongan kita mengakibatkan orang berbuat syirik atau meninggalkan aqidah agama, maka inilah tingkat kebohongan yang amat berat.

Tingkat kesesatan seseorang tak dapat dilihat dari penampilannya, tutur katanya atau prilakunya saja karena orang yang berpenampilan baik, tutur katanya lemah lembut dan perilakunya baik dan santun belum tentu dia melaksanakan tuntunan dan petunjukNya  yang ada dalam Al-Qur-an.
Syaitan itu akan selalu menggoda manusia dari segala arah dan tidak akan berhenti sebelum bujukannya diikuti. Ajakan syaitan itu juga bergradasi dari yang paling nyata hingga yang paling samar, sampai orang sulit membedakan benar atau salah, halal atau haram. 

Kalau kita diajak oleh seseorang yang berbadan besar, berwajah seram dan beringas untuk mencuri atau merampok, sementara kita tidak punya uang untuk makan sehari-hari, andaikan kita mau mengikutinya maka kita pasti tahu bahwa perbuatan merampok atau mencuri itu melanggar hukum dan agama. Demikian pula jika kita mempunyai masalah, misalnya sulit jodoh atau berjualan tak pernah laku, kemudian ada orang yang mengajak kita pergi ke dukun yang tinggalnya dilereng gunung, rumah dukunnya seram dan penampilan dukunnya mengerikan maka kalau kita pernah belajar agama sedikit saja  kita akan tahu bahwa perbuatan tersebut adalah langkah menuju kerja sama dengan syaitan. Dua hal tersebut jelas siapapun tahu bahwa mengikuti dua ajakan itu adalah bukan jalannya Allah SWT.

Tetapi janganlah lupa bahwa penampilan syaitan itu tidak selalu seram, menakutkan atau mengerikan, sebagai contoh misalkan anda berkenalan dengan seseorang yang bak selebritas, kaya, lemah lembut, pemberi dan selalu menyebut “Tuhan Yang Maha Esa”, tentu kita akan senang berteman dengan orang seperti ini. Tetapi dalam kenyataannya setelah kita selami kehidupannya lebih dalam, ternyata teman kita itu tidak pernah melaksanakan sholat, zakat dan puasa, tetapi dia sering mengingatkan orang lain agar selalu ingat dan dekat kepada Tuhan bahkan dia pandai berargumen tentang segala hal yang membuat orang mengangguk-angguk. Adakah yang salah dengan orang tersebut?...Tentu karena dia tidak menjalankan perintah Allah SWT.,sehingga kemungkinan besar tuhannya bukanlah Allah SWT.. jika kita mengikutinya maka akan semakin jauh kita dari Allah SWT.

Banyak kesesatan-kesesatan nyata yang dilakukan orang dengan sadar, senang bahkan bangga karena mereka juga punya alasan-alasan pembenaran yang masuk akal. Memang harus kita akui bahwa kegigihan syaitan banyak membuahkan hasil di muka bumi ini.  Ada kelompok orang di dunia ini yang terang-terangan mengaku sebagai pemuja syaitan seperti freemason, tetapi masih banyak yang bersembunyi di balik kedok agama, kebaikan, kejayaan, budaya atau ajaran nenek moyang. Semoga kita termasuk orang-orang yang selalu mendapatkan hidayahNya. Amiiin.

Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa bujukan syaitan itu bertingkat-tingkat seperti “spectrum cahaya” yang tak bisa diberi batas yang jelas antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya. Sebut saja “Spectrum sesat” itu mulai dari yang ringan dan tak bisa ditangkap indera, yang ringan dan dapat ditangkap indera, yang berat dan dapat ditangkap indera hingga yang berat tapi tak tertangkap oleh indera. Hanya iman dan taqwa seseorang sajalah yang dapat menyelamatkan dari tipudaya syaitan.


BERCERMINLAH


Sahabatku,

Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.

Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.

Sahabatku,

Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, "Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?"

Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, "Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?"

Lalu tataplah mulut ini, "Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, 'laaillaahaillallaah', ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!"

"Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?"

Sahabatku,

Tataplah diri kita dan tanyalah, "Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!"

"Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?"

"Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?"

"Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?"

Sahabatku,

Ingatlah amal-amal kita, "Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu"

"Apakah engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, zikirmu, do’amu, ...ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!"

Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!

Sahabat-sahabat sekalian,

Sesunguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar